Minggu, 26 April 2015

EKSISTENSI HUKUMAN MATI BAGI PELAKU KEJAHATAN

EKSISTENSI HUKUMAN MATI BAGI PELAKU KEJAHATAN NON PEMBUNUHAN MENURUT PANDANGAN ISLAM[1]
Oleh
Dr. Sudirman Suparmin. Lc, MA
Hukuman
Hukuman dalam Islam disebut dengan had, had  secara bahasa  adalah al-man’u ( mencegaاh menghalangi). Sementara menurut syara’ adalah hukuman yang bentuk dan polanya telah ditetapkan, ditentukan dan dipatok oleh syara’ yang wajib dilaksanakan sebagai hak Allah swt. Hukuman dalam syaraiat Islam ada dua, yaitu hukuman akhirat dan hukuman dunia.
1.      Hukuman akhirat
Hukuman akhirat kembalinya adalah kepada otoritas dan kehendak Allah SWT. Jika berkehendak, dia menyiksa, dan jika berkehendak dia mengampuni dan mengasihinya. Hukuman diakhirat ditegaskan oleh undang-undang kebenaran dan keadilan. QS. Shaad. 28.
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat ma'siat?
Dan QS. Al-Qalam: 35-36
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ  مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?
2.      Hukuman di dunia
Hukuman di dunia, dalam syariat Islam ada dua.
a.       Hukuman Huduud
Hukuman hadd  yaitu: Zina, Qadzf (menuduh orang lain berbuat zina, pencurian, qath’uth thariiq, minum khamr.
b.      Hukuman Ta’zir
Ta’zir yaitu hukuman yang bentuk dan ukurannya tidak ditentukan oleh syara’, akan tetapi syara’ memasrahkannya kepada kebijakan negara untuk menjatuhkan bentuk hukuman yang menurutnya sesuai dengan kejahatan yang dilakukan dan bisa  memberikan efek jera, dengan memerhatikan dan mempertimbangkan keadaan individu yang bersangkutan, ruang, waktu dan perkembangan yang ada, sehingga hal itu bisa berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemajuan dan peradaban masyarakat serta situasi dan kondisi manusia pada ruang dan waktu.

Tujuan Hukuman
Dalam pandangan para ahli hukum Islam, mengklasifikasi tujuan-tujuan dari syariat didasarkan kemashlahatan tingkat :
1.    Dharuri (primer), 2. Hajji (skunder),  3. Tahsini (tersier).
1.      Menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup (Dharuri).
Adalah segala sesuatau yang diperlukan dan harus ada untuk tegaknya kehidupan manusia. Apabila kebutuhan-kebutuhan ini tidak terjamin, akan terjadi kekacauan dan ketidaktertiban di mana-mana. Kebutuhan hidup yang primer ini (dharuriyat), dalam tradisi hukum Islam disebut dengan istilah al-maqasid al-khamsah, yaitu: agama, jiwa, akal pikiran, keturunan, dan hak milik. Syariat telah menetapkan pemenuhan, kemajuan, dan perlindungan tiap kebutuhan itu, serta menegaskan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengannya sebagai ketentuan yang esensial.
2.      Menjamin keperluan hidup (hajjiyat). Ini mencakup hal-hal penting untuk menghindari kesukaran, yaitu berbagai fasilitas untuk penduduk dan memudahkan kerja keras dan beban tanggung jawab mereka. Ketiadaan berbagai fasilitas tersebut mungkin tidak menyebabkan kekacauan dan ketidaktertiban, akan tetapi dapat menambah kesulitan bagi masyarakat.
3.      Membuat berbagai perbaikan (tahsini), yaitu hal-hal yang dapat menghiasi kehidupan sosial dan menjadikan manusia mampu berbuat dan mengatur urusan hidup lebih baik (keperluan tersier) dibenarkan oleh adat kebiasaan dan termasuk dalam kahlaq mulia.. Ketiadaan perbaikan-perbaikan ini tidak membawa kekacauan sebagaimana ketiadaan kebutuhan-kebutuhan hidup; juga tidak mencakup apa-apa yang perlu untuk menghilangkan berbagai kesulitan dan membuat hidup menjadi mudah. Perbaikan adalah hal-hal yang apabila tidak dimiliki akan membuat hidup tidak me¬nyenangkan bagi para intelektual.
Hukuman mati
Bila kita tela’ah dalam pustaka Islam, kajian hukum pidana Islam, hukuman mati termasuk salah satu dalam topik pembahasan yang sangat penting, disamping untuk menjaga kehidupan (jiwa) dan juga untuk menjaga ketentraman bagi masyarakat. Pembunuhan dapat dilakukan dengan secara langsung misalnya seperti pembunuhan sengaja dan memiliki niat untuk membunuh. Dan dapat juga dilakukan dengan tidak secara langsung namun memiliki dampak yang menyebabkan kerusakan bagi kehidupan manusia misalnya meracuni generasi dengan obat - obat yang terlarang.
Hukuman mati dapat juga diberlakukan terhadap selain pembunuhan, dalam al- quran Allah SWT dijelaskan:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikianitu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhiratmerekaberolehsiksaan yang besar. “ (QS: al-Maidah : 33 )
Ayat di atas menunjukkan bahwa yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi salah satu hukumannya adalah dibunuh. Memproduksi dan mengedarkan narkoba serta menyelendupkannya di suatu negara akan membuat kerusakan yang sangat besar kepada generasi bangsa tersebut. Dan perbuatan seperti ini merupakan salah satu bentuk memerangi ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka hukumannya adalah dibunuh berdasarkan ayat di atas.
Hadist Dulaim al-Himyari radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia berkata
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا بِأَرْضٍ بَارِدَةٍ نُعَالِجُ بِهَا عَمَلًا شَدِيدًا، وَإِنَّا نَتَّخِذُ شَرَابًا مِنْ هَذَا الْقَمْحِ، نَتَقَوَّى بِهِ عَلَى أَعْمَالِنَا وَعَلَى بَرْدِ بِلَادِنَا، قَالَ: ” هَلْ يُسْكِرُ؟ ” قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: ” فَاجْتَنِبُوهُ ” قَالَ: ثُمَّ جِئْتُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ، فَقُلْتُ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ: ” هَلْ يُسْكِرُ؟ ” قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: ” فَاجْتَنِبُوهُ ” قُلْتُ: إِنَّ النَّاسَ غَيْرُ تَارِكِيهِ، قَالَ: ” فَإِنْ لَمْ يَتْرُكُوهُ فَاقْتُلُوهُمْ
“Suatu ketika saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saya berkata : “ Wahai Rasulullah, kami berada di suatu tempat yang cuacanya sangat dingin mengerjakan suatu pekerjaan berat, kamipun membuat minuman dari gandum ini, untuk menguatkan kita dalam bekerja, dan untuk melawan cuaca dingin di daerah kami.” Beliau bertanya : “Apakah minuman tersebut memabukkan ?” Saya jawab : Iya. Beliau berkata : “Jauhi minuman tersebut.” Saya berkata : kemudian saya datang lagi dan bertanya seperti itu lagi, maka beliau bertanya : “Apakah minuman tersebut memabukkan ?” Saya jawab :  Iya. Beliau berkata : “Jauhi minuman tersebut.” Saya jawab :“Masyarakat tidak mau meninggalkannya. “ Beliau bersabda :“Jika mereka tidak mau meninggalkannya, maka bunuhlah mereka. “  (HR. Ahmad, 18035. Berkata Syu’ib al-Arnauth : Hadist Shahih )
Hadist di atas menunjukkan bahwa peminum khamar yang tidak jera boleh dibunuh, apalagi produsen dan pengedarnya.
Kaidah-kaidah hukum Islam (Qawaid al-Fiqhiyah)
Dalam kaidah hukum islam dapat kita perhatikan, kaidah yang membahas tentang perusakan pada generasi dapat juga dikatakan sebagai pembunuhan. Hal ini dikaitkan dengan :
لِلْوَسَائِلِ أَحْكَامُ المَقَاصِدِ
Bagi setiap wasilah (media) hukumnya adalah sama dengan hukum tujuan.
Maka setiap media yang menyebabkan penghancuran, pengrusakan maka hukumannya sama dengan merusaknya, maka jika narkoba penyebab binasa atau terbunuh seseorang, maka hukum menjual sama dengan membinasakan atau membunuh, maka setiap pembunuh boleh untuk dibunuh.
فَالوَسِيلَةُ إِلَى أَفْضَلِ المَقَاصِدِ هِيَ أَفْضَلُ الوَسَائِلِ وَالوَسِيْلَةُ إِلَى أَرْذَلِ المَقَاصِدِ هِيَ أَرْذَلِ الوَسَائِلِ  
Cara (media) yang menuju kepada tujuan yang paling utama adalah seutama-utamanya cara, dan cara yang menuju kepada tujuan yang paling hina adalah seburuk-burunya cara.



[1] Disampaikan pada acara muzakaroh duat IKADI deli serdang, di aula cadika lubuk pakam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar